Sering
kita temukan ketika masih di sekolah, di pesantren atau belajar di perguruan
tinggi. Banyak orang yang secara akademik berprestasi tapi ketika berada di
sekolah, pesantren atau perguruan tinggi dia kurang berlatih mengabdi
(istilahnya hanya memikirkan kepentingannya sendiri). Ketika pulang ke tengah
masyarakat dia tidak mempunyai banyak makna karena kurang memberikan kontribusi
di masyarakat di sebabkan karena di dalam jiwanya tidak tertanam semangat jiwa
berkhidmah, dan itu tidak sedikit.
Tapi
sebaliknya banyak orang ketika di sekolah, di pesantren atau di perguruan
tinggi, mungkin dia membagi waktu dan tenaga untuk belajar dengan tekun, dia
juga banyak melakukan pengabdian melalui berbagai kegiatan. Mungkin secara
akademik dia tidak terlalu berprestasi (biasa-biasa saja). Tapi ketika dia
pulang ke tengah-tengah masyarakat, dia banyak memberi manfaat dan kontribusi
bagi orang lain karena semenjak berada di sekolah, dia pesantren atau perguruan
tinggi dia banyak berkhidmah.
Jika
kita membantu suatu pekerjaan orang lain dan dilakukan dengan baik maka akan
bernilai ibadah, dalam sabda nabi ”sebaik-baik manusia adalah yang
bermanfaat bagi manusia yang lain”. Di sekolah, di pesantren maupun di
perguruan tinggi merupakan sarana pembelajaran bagi seseorang untuk menanamkan
sifat semangat pengabdian (khidmah), ketika pulang ke masyarakat dapat memberi
manfaat kepada orang yang lain karena di dalam dirinya sudah terbiasa untuk membantu
kegiatan sosial.
Kita
sebagai makhluk sosial, tentu tak akan bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang
lain. Maka dari itu kita harus banyak berinteraksi dengan manusia yang lain,
jika diibaratkan dengan ibadah, misalnya ketika kita melakukan sholat fardu
berjamaah, belajar bersama maka pahalanya lebih banyak di bandingkan dilakukan
secara individu. Ini mengisyaratkan kita bahwa ketika kita melakukan kegiatan
secara berjamaah ini akan mendapatkan hasil yang lebih baik, tentu juga ini
harus di dasari dengan suatu ilmu.
Seseorang
tentu akan berada di tempat yang terhormat jika dirinya dapat memberi banyak
manfaat bagi manusia yang lain. Bagaimana cara kita menanamkan jiwa khidmah di
dalam diri kita ? yang harus kita lakukan adalah kita harus memiliki kesalehan
secara individu terlebih dahulu, baru setelah kita saleh secara individu itu
insyaallah akan timbul dalam dirinya kesalehan sosial. Karena keimanan yang
melekat dalam dirinya maka insyaallah juga akan melekat pada kesalehan secara
sosial. Tentu kita harus selalu ingat dengan firman Allah dalam surah
Al-Zalzalah ayat 6-7 “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat
dzarrah pun, niscaya dia akan mendapat (balasan)nya. Dan barang siapa yang
mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan mendapat
(balasan)nya pula”. Jika dalam diri kita sudah ingat dengan
firman Allah tersebut, karena sadarnya bahwa setiap kebaikan itu akan
mendapatkan balasan kebaikan, begitu pula sebaliknya. Maka dalam
diri kita insyaallah akan senantiasa selalu berbuat baik kepada Allah, manusia
dan makhluk. Dan ini memerlukan latihan secara bertahap untuk sabar dan tabah
dalam membentuk menjadi pribadi yang berjiwa khidmah (saleh sosial).
Dalam
menjalankan tugas tentu kita harus belajar keikhlasan. Terkadang kita melihat
seseorang yang di dalam organisasi atau instansi ada yang kerjanya cuma mau santai-santai
saja sehingga maengabaikan tugasnya dalam satuan tugas yang telah diberikan.
Dan tak jarang di dalam hati kita terbesit pertanyaan “lho kenapa dia
kerjanya hanya santai ? kenapa tidak dia memiliki rasa kepedulian ? kenapa
dalam menjalankan tugas kita masih saling menyuruh (saling iri karena kerjanya
cuma santai) ? kenapa kok hanya saya yang bekerja sementara yang lain cuma
duduk santai ?”. dalam hati kita pasti akan timbul pertanyaan seperti itu
dan minsed yang demikian harus kita rubah. Kita harus melihat suatu tugas
sabagai bentuk amal ibadah dan sebagai amal saleh. Jika kita sudah berpikir
demikian, maka kita akan mudah untuk membantu orang lain. Dalam firman Allah
surah Al-Maidah ayat 2 ” Dan tolong -menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya”. Ayat tersebut mengindikasikan kepada kita untuk
saling membantu dalam kebaikan. Ketika kita belajar keikhlasan memang
membutuhkan waktu dan banyak latihan agar dalam diri kita terbiasa melakukan
jiwa khidmah (pelayan). Dalam bekerja kita jangan melihat atau
mengoreksi kesalahan orang lain dan kalau perlu kita bantu agar semua pekerjaan
bisa di selesaikan demi tercapainya tujuan organisasi atau instansi.
Tentu kita harus yakin bahwa Allah selalu
mengawasi segala aktivitas kita lakukan, jika kita sudah yakin dengan hal itu
maka kita akan malu untuk berbuat maksiat kepada Allah, bahkan kita akan selalu
berbuat baik karena merasa aktivitas kita selalu di lihat Allah. Dalam firman
Allah surah Al-An’am ayat 61 ”Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di
atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga ,
sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia
diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat- malaikat Kami itu tidak
melalaikan kewajibannya”. Tentu dalam dalam
diri kita akan ada filter atau penahan yang akan menjadi kendali untuk
melakukan tindakan negative dan selalu untuk melakukan tindakan yang bermanfaat
bagi dirinya dan orang lain.
Semoga kita selalu di bimbing-Nya untuk selalu
berbenah diri, melakukan perbuatan baik yang di ridhai oleh Allah. Amin J
“Pikirkanlah orang lain maka tuhan akan
memikirkanmu, jika engkau memikirkan diri sendiri maka tuhan akan memikikan
orang lain