Selasa, 24 Juni 2014

Be Yourself !

Pada tanggal 21 s/d 26 Juni 2014, seluruh mahasiswa yang berada dibawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Nurul Jadid melaksanakan Ujian Akhir Semester (UAS). Ujian kali ini dijadikan selama 2 hari saja oleh teman-teman, sehingga selama 2 hari itu full untuk mengerjakan soal-soal ujian. Dan masih banyak tugas yang masih diberikan oleh dosen yang belum selesai dikerjakan oleh teman-teman. Dalam UAS kali ini ada kejadian yang menarik antara saya dan teman saya yang berinisial “ZH”.
Kejadian ini tejadi pada hari ke-2 UAS, pada jam pertama kami mengerjakan soal mata kuliah “Manajemen Pemasaran” yang diampu oleh Bapak Yulianto, beliau adalah Manajer Bank BTN Syari’ah Cabang Probolinggo. Pada jam kedua, kami mengerjakan soal mata kuliah “Studi Kelayakan Bisnis” yang diampu oleh Ibu Nanis Hairunisya. Beliau juga sebagai tenaga pengajar di Universitas Pancamarga Probolinggo.
Jam menunjukkan pukul 08.00 pagi, memulai langkah dengan bismillah dan siap untuk ujian menuju kampus yang ada di timur sana. Sesampainya di kampus, saya dan teman-teman langsung mengerjakan UAS pada jam pertama dengan baik dan lancar. Pada jam kedua mungkin teman-teman mulai sudah jenuh dan agak sedikit main-main. Kejadian ini bermula ketika saya memegang soal dan saya melihat teman saya memainkan laptonya, terjadilah perbincangan diantara kami.

Saya : beh been mek main game ? tak ngerjaaginah ujian ? majuh usaha jek gun perak negguh din kancanah meloloh (beh sampean kok main game ? gak mau ngerjakan ujian ? ayo usaha jangan cuma melihat punya teman saja)
ZH : tak taoh kok, iyeh marenah kok usaha neggueh din nak-kanak (saya tidak tau, iya sebentar lagi saya mau usaha lihat punya anak-anak)
Saya : beh majuh usaha ngerjaagi dibik, deggik kancanah lah mareh kabbi been gik neppaah din kancanah. Majuh usaha jek kita lah benne nak-kanak kenek pole (ayo usaha ngerjakan sendiri, nanti sumua teman-teman sudah selesai semua, sampean masih mau lihat punya teman-teman. Ayo kita bukan anak kecil lagi)
ZH : beh been mek ngocak engak jieh hen ? neng dinnak riah kita kerja sama, gotong royong. Ngak jieh been ollenah deddih pengurus pesantren ? mon neng-neng been terro olleah barokah. (sampean kok bicara seperti itu hen ? disini kita itu kerja sama, gotong royong. Itu dapatnya kamu jadi pengurus pesantren ? katanya kamu mau pengen dapat barokah)
Saya : beh mon benta barokah deggik neng masyarakat, mon setiah tak paddeng barokah gik. Tapeh engkok percajeh barokah ruah bedeh. Been terro barokah de’remmah mon ollenah negguh din kancanah ? (kalau mau bicara barokah nanti ketika sudah ada di masyarakat, sekarang barokah itu masih belum kelihatan tapi saya percaya barokah itu ada. Sampean mau barokah gimana kalau melihat punya temannnya ?)
ZH : been mek benta ngak jieh hen ? (Sampean kok bicara seperti itu hen ?)
Saya : jek kalak ateh tang benta, kaduh positive thinking ben ke tang benta (jangan di ambil hati kata-kata saya, sampean harus positive thinking dengan kata-kata saya)

Sembari saya meninggalakan ZH karena tidak ingin melanjutkan perdebatan yang bisa menyebabkan pertengkaran diantara kami berdua. Tak lama setelah kejadian tersebut kemudian teman saya bernama Hasan tak sengaja menyenggol “laptop ZH” hingga laptop tesebut jatuh dengan kerasnya. Dalam hati saya berkata “Barokanah Game”.

Ada satu hal yang menarik ketika saya masih berstatus siswa, saya membaca buku “Harus Bisa ala SBY” penulisnya Dr. Dino Patti Djalal. Dalam buku tesebut saya membaca sebuah kata yang menarik, menggugah, dan motivasi diri. Kata-katanya adalah “LEBIH BAIK KALAH SECARA TERHORMAT DARI PADA MENANG DENGAN CARA YANG KOTOR-KOTOR”. Sungguh kata-kata ini sarat dengan makna yang cukup dalam untuk kita renungkan.
Saya tidak munafik, menganggap bahwa diri paling suci dan bersih ketika ujian. Saya juga pernah mencontek dan menjiplak juga sering ketika buat makalah. Tapi ketika ujian berlangsung, saya harus menerapkan kata-kata diatas karena kita harus percaya bahwa JUJUR ITU PAHIT TAPI BUAHNYA MANIS. Saya belajar dan berusaha untuk menegrjakan soal-soal ujian dengan jujur, tanpa campur tangan dari teman-teman. Karena saya akan senang meski nilai yang didapat tidak besar. Nilai sekolah itu bukan menjadi tolak ukur seseorang, tapi yang penting adalah pemahaman materi dan pengamalannya. Dan Alhamdulillah selama berada di bangku kuliah tidak pernah mendapat nilai “C”. 
Dalam mencari ilmu, kita dituntut untuk hanya sekedar tau saja. Tapi bagaimana cara kita untuk mengaplikasikan ilmu tersebut dalam kehidupan sehingga mengarahkan kita pada perbuatan yang baik. Artinya kita tidak hanya sekedar tau, tapi juga harus mengamalkannya agar ilmu yang kita peroleh itu menjadi berkah dan barokah.
Seseorang tidak akan sukses apabila tidak percaya sama dirinya sendiri, mereka ragu-ragu akan kemampuannya padahal potesi yang mereka miliki sungguh luar biasa. Ketika ujian berlangsung banyak teman-teman putra atau puti yang mengolok-olok bahwa saya itu hidup sendiri, tidak mau berbagi dan kata-kata yang lain. Dengan tegas saya menjawab “saya bukannya pelit, tapi saya nggk mau punya kalian itu salah karena lihat punya saya. Pekerjaan punya saya ini asal-asalan”. Saya ingin mereka itu menumbuhkan sifat percaya pada diri mereka dengan agak pelit memberikan jawaban, agar mereka mau berusaha untuk maju, berusaha untuk jujur dan selalu berpikir positive. Tentu menumbuhkan rasa percaya diri ini harus dengan latihan dan belajar untuk menumbuhkan semangat dalam diri untuk berjuang serta kita harus yakin bahwa Allah maha melihat setiap kejadian.
Teringat dengan sifat wajib The Chosen One, Siddiq (Jujur) adalah sifat pertama beliau. Tak salah jika beliau digelari dengan sebutan Al-Amin (orang yang dapat dipercaya) oleh masyarakat arab. Kita ketahui juga sifat Fathonah (Cerdas) berada di urutan ke-empat. Ini menjadi indikasi bahwa kejujuran itu lebih tinggi nilainya dari pada kecerdasan. Semoga oleh Allah kita diberi kekuatan bisa belajar untuk membiasakan diri berbuat dan berkata jujur serta bisa mengembangkan rasa percaya pada diri sendiri. Amin.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar