Rabu, 14 Mei 2014

Assholatu Mi’rajul Mu’minin


Senin, 12 mei 2014.

Waktu udangan di Sukowono Jember, Ustad Munawir As-Sadili (Ustad unik dan lucu dari Gang C) yang selalu ceramah di gang C, ustad yang selalu mengopeni santri di Pondok Pesantren Nurul Jadid di undang untuk mengisi ceramah agama yang bertemakan tentang Isra’ Mi’raj. Dalam banner tersebut terpampang firman Allah :

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Dalam ceramah tersebut beliau menjelaskan bahwa ketika Is’ra’ Mi’raj nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk ummatnya melaksanakan sholat 5 waktu dalam sehari semalam. Sholat adalah perintah wajib kedua dalam rukun islam setelah membaca 2 kalimat syahadat. Siapa orang yang mengaku dalam hatinya beriman maka harus melaksanakan perintah Allah SWT. Dalam perjalanan Isra’ Mi’raj tersebut Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Allah tanpa dinding penghalang. Sholat adalah satu-satunya perintah dimana Nabi Muhammad menghadap langsung kepada Allah tanpa perantara Malaikat Jibril. Sholat tersebut diibaratkan dengan mi’rajnya orang mukmin “Asshsolatu Mi’rajul Mu’minin”. Jadi sholat adalah sarana berkomunikasi langsung antara Allah dengan hambanya.
Hatinya (Muhammad) tak lupa dan tak tidur
Tapi selalu mengabdi kepada Allah SWT
Jika disakiti, beliau memaafi dan tak menaruh dendam
Jika dimusuhi, diam tak menjawab
Dengan kendaraan yang tak pernah dipakai oleh siapapun, sebelum dan sesudah
Bersama rombongan malaikat yang derajatnya melebihi rombongan lainnya
Ketika ia (Muhammad) naik ke Baitul Ma’mur
Semua penghuni langit sholat di belakangnya
Dan Engkau (Muhammad) menjadi imam mereka
Aku (Allah) angkat Dia (Muhammad) pada martabat termulia
Karena kemuliaanmu, Engkau diberangkatkan ke Sidratul Muntaha
Dan sampai pada tempat kira-kira sedekat dua busur panah
Maka Akulah (Allah) yang menghibur dan berbicara kepadanya


Seorang ahli ibadah bernama Isam bin Yusuf, dia sangat warak dan sangat khusyuk sholatnya. Namun dia selalu khuatir kalau-kalau ibadahnya kurang khusyuk dan selalu bertanya kepada orang yang dianggapnya lebih ibadahnya, demi untuk memperbaiki dirinya yang selalu dirasakan kurang khusyuk. 
Pada suatu hari, Isam menghadiri majlis seorang abid bernama Hatim Al-Isam dan bertanya : "Wahai Aba Abdurrahman, bagaimanakah caranya tuan solat?" Hatim berkata : "Apabila masuk waktu solat aku berwudhu' zahir dan batin." 

Isam bertanya, "Bagaimana wudhu' zahir dan batin itu?" Hatim berkata, "Wudhu' zahir sebagaimana biasa, iaitu membasuh semua anggota wudhu' dengan air. Sementara wudhu' batin ialah membasuh anggota dengan tujuh perkara :
1. Bertaubat 
2. Menyesali dosa yang dilakukan 
3. Tidak tergila-gilakan dunia 
4. Tidak mencari / mengharap pujian orang (riya') 
5. Tinggalkan sifat berbangga 
6. Tinggalkan sifat khianat dan menipu 
7. Meninggalkan sifat dengki 

Seterusnya Hatim berkata, "Kemudian aku pergi ke masjid, aku kemaskan semua anggotaku dan menghadap kiblat. Aku berdiri dengan penuh kewaspadaan dan aku bayangkan Allah SWT. ada di hadapanku, syurga di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku, malaikat maut berada di belakangku, dan aku bayangkan pula bahawa aku seolah-olah berdiri di atas titian 'Sirratul Mustaqim' dan aku menganggap bahwa sholatku kali ini adalah solat terakhirku, kemudian aku berniat dan bertakbir dengan baik. 

Setiap bacaan dan doa dalam solat kufaham maknanya, kemudian aku ruku' dan sujud dengan tawadhu', aku bertasyahhud dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam dengan ikhlas. Beginilah aku bersolat selama 30 tahun." Apabila Isam mendengar, menangislah dia kerana membayangkan ibadahnya yang kurang baik bila dibandingkan dengan Hatim.

Semoga kita selalu senantiasa memperbaiki sholat kita. Apabila kita sudah memperbaiki sholat kita, maka insyaallah akhlak kita juga akan diperbaiki oleh Allah. Semoga kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan kita selalu dalam lindungan Allah. Amin.

Rabu, 07 Mei 2014

Penyesalan

Rabu, 7 Mei 2014

Jam menunjukkan pukul 6 pagi. 
Saya : kauleh belieh kol 8 marenah ma (saya mau balek jam 8 sebentar lagi ma)
Mama : nyambieh apah ke ponduk cong ? (mau bawa apa ke podok nak ?)
Saya : bunten tak usa pon ma, beh nyambih nasi 2 bungkus beih pon, jek nyak-benyak ma, tas berek senyambieh (jangan dah ma, beh bawa nasi 2 bungkus saja sudah cukup ma, jangan banyak-banyak karena tas berat yang mau bawa)
Mama : iyelah cong (iyadah nak)

Saya makan di rumah mama. Setelah itu saya pulang dari rumah mama menuju rumah sendiri, kemudian mandi dan sholat dhuha, bersiap-siap untuk kembali ke pondok. Usai siap-siap langsung menuju rumah mama.

Saya : nyambieh senapah nasi ma ? (mau bawa berapa nasi ma ?)
Mama : nyambih 4 bungkos ya lah cong (bawa 4 bungkus dah nak)
Saya : beh, nyambih 2 bungkos beih pon ma, tas berek pas senyambieh (bawa 2 bungkus saja ma karena tas berat yang mau bawa)
Mama : dinalah cong, begi kancanah neser. Masak eberi’ah neng sekonek, engkok kare gebei nasi benyak (biar dah nak, kasih sama temene kasian. Masak mau di kasih sedikit. Mama ini sudah nanak nasi yang banyak)
Saya : kauleh gellek pon ngebele nyambih 2 bungkus (saya tadi sudah bilang suruh bawa 2 bungkus saja) sambil agar merengut dan kesal
Mama : mon dekyeh tak usa minta’an pole lah, engkok lah kare gebei ya cong, neser kancanah (kalau gitu jangan minta lagi wes kalu mau balik, saya sudah buat banyak nak, kasian temen-temennya)

Saya hanya bisa terdiam tanpa memperdebatkan lagi (meski agak sedikit jengkel), saya kemudian berpikir bahwa niat mama itu sangat baik. Beliau itu kasian sama temen-temen dan hal itu menunjukkan rasa sayang beliau kepada anaknya dan teman-temannya. Tak seperti biasanya ini saya lakukan kepada mama. Biasanya sebelum balik ke pondok saya selalu membasuh kedua kaki beliau kemudian saya minum air basuhan kaki beliau tersebut. Tapi hari ini tidak saya lakukan karena ini menunjukkan rasa ego yang berlebihan. Sudah beres-beres nasi kemudian saya minta maaf (seporanah sebenyak ma), salim kemudian cium pipi kanan-kiri mama. Meski saya sudah bilang uangnya masih ada, tapi beliau masih memberikan uang yang berada di saku beliau. Sekali lagi ini menunjukkan rasa cinta seorang ibu kepada anaknya. Kemudian ayah mengantarkan saya menuju semampir untuk naik bis ke tanjung.

Mungkin dalam hati beliau bertanya-tanya, tak seperti biasanya Hendra langsung pamitan. Biasanya Hendra minta basuh kaki sebelum balek ke pondok tapi kali ini kok tidak ? selama dalam perjalanan saya terus berpikir, mama itu udah punya niatan baik, capek-capek nanak nasi tapi saya malah bersikap seperti itu. Tidak menyucapkan terima kasih ke beliau. Sungguh ini menjadi penyesalan bagi saya karena bersikap seperti ini.

Mama. . . .

Mama. . . .
Mama, tiada henti memberiku semangat
Semenjak aku berada dalam kandungan
Disaat hati dan jiwa ini sering mengeluh karena tidak telaten menyepelekan nasehatmu
Tapi engkau slalu dengan sabar dan terus memberiku nasehat
Betapa banyak dan berarti yang engkau beri
Siang dan malam Engkau menyusui
Tiada merasa lelah dan letih
Kasih sayangnya, cinta kasihnya tak terbalas emas permata
Pernah suatu malam aku terbangun dari tidur lelapku
Kemudian aku ketuk pintu kamar mama
Mendengar aku menjerit-jetit memanggil namanya
Mama terbangun, membuka pintu kamarnya seraya bertanya “ada apa ?”
Aku dudukkan mama di sebuah kursi
Aku bersimpuh di pangkuannya
Aku menangis meminta maaf atas sgala kesalahanku
Kemudian aku minta do’a seraya mama meneteskan air matanya
Setiap aku pulang, aku basuh kedua kaki mama dengan air
Dengan rasa berat hati beliau sepertinya ingin meneteskan air mata
Kemudian aku minum air itu sebagai bentuk rasa hormat dan cintaku pada mama
Semoga kita slalu membawa nama mama di dalam setiap bermunajat kepada-Nya
Mama, terima kasih :-)

Walidaini Ihsana


                Selama berada di Pondok Pesantren Nurul Jadid, saya selalu ingat tentang masa lalu terutama tentang kedua orang tua, karena yang saya paling kangenin adalah mama. Kalau ayah ngirim satu bulan satu kali ke pondok tapi kalau mama tidak ikut serta, pasti ada rasa kesedihan tersendiri di dalam hati karena beliau orang yang melahirkan, merawat, memberikan kasih sayang kepada dengan penuh rasa tuls ikhlas dan tak pernah beliau mengeluh. Malah saya bersyukur ketika di marahi oleh kedua orang tua, itu menandakan mereka sayang kepada anaknya.
                Saya masih ingat ketika dulu saya sangat nakal, suka membentak, ingat ketika saya sakit dirawat oleh mama, ketika masih sekolah mama nganterin saya ke sekolah tiap hari (di kasih uang saku Rp.300 + 2 permen, hehe). Begitu besarnya kasih sayang kedua orang tua kepada anaknya sehingga mereka rela berkorban dalam segala hal demi kebaikan sang anak. Saya masih teringat ketika ayah bilang “be’en cong teka’ah majer pesse sebenya’en gunong tak kerah bisah meles kebaikanah reng tuah, terutama mamanah be’en senglaeragi, rejeh sarah pengorbanannah reng tuah riah cong, reng tuah riah gun nyangkolanah elmoh ke anak, makle ana’en odi’en lebih baik deri pada reng tuanah”
                Memang saya itu kalau masalah berbagi cerita, pengalaman dan nasehat lebih dekat dengan ayah, tapi kalau masalah batin ya pasti mama yang lebih dekat. Saya juga ingat ketika saya dipukul sama mama karena main terus, jarang belajar, sering mandi di sungai waktu banjir, ngebantah, acuh tak acuh dll dah pokoknya. Saya banyak dosa kepada kedua orang tua. Saya juga teringat ketika mereka mendidik waktu kecil. Belajar berjalan, menulis, membaca dan lain-lain. Saya teringat dengan lirik lagu rhoma irama :
Bila kau patuh pada rajamu, lebih patuhlah pada ibumu
Bila kau sayang pada kekasih, lebih sayanglah pada ibumu
                Tapi anehnya ketika saya mondok, saya kangen sekali dimarahi dan dipukul oleh kedua orang tua apa lagi mama. Saya berpikir “kenapa ketika saya sudah besar tidak pernah dipukul lagi ?” padahal saya kangen dengan hal itu. Apa karena mereka sudah tidak sayang kepada saya sehingga mereka jarang memarahi saya ? Saya masih ingat ketika disuruh-suruh oleh kedua orang tua saya selalu acuh tak acuh dan bahkan malas atau membentak kepada kedua orang tua. Ketika saya baca surah Al-Isra’ ayat 23 yang artinya :
                dan tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan berbuat baiklah kepada ibu-bapakmu. Jika salah seorang diantara keduanya atau bahkan keduanya sampai usia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.
                Dari ayat diatas sudah dijelaskan secara jelas dalam Al-Qur’an, jangankan membentak kepada kedua orang tua. Berkata “ah” saja sudah dilarang apalagi sampai lebih dar itu. Saya banyak sekali dosa kepada kedua orang tua karena selalu membentak dll. Dan kemudian lanjutan dari surah Al-Isra’ ayat 23 yaitu ayat 24 yang artinya :
                Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih saying dan ucapkanlah “wahai tuhanku ! sayangilah keduanya sebagai mana mereka berdua mendidik kamiaku pada waktu kecil”
Ya Allah ijinkanlah kami membahagiakan kedua orang tua
Jadikanlah kami pribadi yang bisa berbakti (mebunga, mecelep) hati kedua orang tua
Lindungi dan sayangilah mereka berdua Ya Allah, Amin.